Jumat, 15 Maret 2013

Kakek Longor Kecewa

0 comments
Cucunya kakek Longor yang paling tua Theresia sudah duduk di kelas III SMP. Sekolah itu dekat rumah kakek Longor, sehingga murid jalan kaki pergi/pulang sekolah menjadi perhatiannya. Pulang sekolah Theresia selalu singgah di rumah Pak Longor. Dan sering kelabakan menjawab pertanyaan sang kakek yang cerewet. Mulai dari pertanyaan cara guru mengajar, materi mata pelajaran, korelasi antar guru, murid dan orang tua murid, interaksi antar murid dan lain lain. Tapi, kadang Theresia bangga punya kakek Longor. Pertanyaan-pertanyaan si Kakek mempertajam kemampuan Theresia memahami realitas kehidupannya.
“Siapa murid yang rambut pendek, cantik, badannya agak tinggi itu?” Mendengar pertanyaan ini Theresia jengkel. ”Banyak murid rambut pendek yang lewat sini. Kenapa rupanya Kek?” Kali ini dengan lembut Theresia merespon sang Kakek. Lantas dengan senang hati sang kakek berkata,”Kami sering beradu pandang, saling lempar senyum dan kakek yakin bahwa dia murid cerdas.” Kalau ada kesempatan kakek mau memandu dia agar lebih kritis merancang masa depannya. Banyak kakek lihat murid cerdas di desa tak berhasil merancang masa depannya dengan baik. Karena berbagai keterbatasan fasilitas yang tersedia di sekolah, keluarga maupun minimnya fasilitas di desa. Ingin menyumbangkan pengetahuannya (tanpa pamrih) untuk para muda membuat Theresia mengagumi jiwa kakek Longor.

Pada misa gereja minggu jam 8 pagi, secara kebetulan kakek Longor duduk bersebelahan dengan murid yang disenanginya. Di celah-celah ibadah kakek Longor membuka dialog. ”Namanya siapa? Kelas berapa?” Interaksi mereka berjalan dengan mulus, kakek Longor tidak bertepuk sebelah tangan. Ternyata Mawar juga sudah rindu bisa berkomunikasi dengan kakek Longor. ”Nama saya Mawar, Kek. Kelas II SMP, Kek.” Kita sering beradu pandang dan saling lempar senyum kalau kakek duduk di teras depan. Kesan saya, kakek walau sudah tua tapi punya energi ilmu pengetahuan yang terpendam. Begitulah kesan saya, Mawar cerah ceria menyambut dialog tersebut. Beberapa potong pengalaman hidup dan kerja pengembangan masyarakat membuat Mawar semakin kagum sama kakek Longor.
Senin pulang sekolah Theresia bingung melihat Mawar singgah di rumah tuk mengambil buku dari si kakek.”Iya…Baca buku tipis ini, minggu depan kembalikan ke kakek.” Kita bedah buku ini sebagai bekal Mawar meniti cita-cita. Mawar senyum bahagia melanjutkan jalan kaki pulang ke rumah. Kemudian si kakek berkata kepada Theresia,”Senin depan kakek dan Mawar akan bedah buku yang sudah Theresia baca.” Theresia heran,” Buku yang mana Kek?” Wajar saja Theresia bingung karena sudah banyak buku kakek Longor yang dibacanya. “Buku: Logika dan Interpersonal dengan Tuhan.” Mendengar hal ini Theresia bahagia,” Ooo… Wiwin, Rizki, Dea, juga sudah baca buku tersebut. Mereka mengaku ada beberapa bagian buku yang belum kami mengerti. Jadi diskusi bersama Mawar dan kakek adalah hal yang kami harapkan. Okelah.., Kek, Theresia pulang dulu ya…”
Tapi besoknya Theresia, Rizki, Dea dan Wiwin kelabakan mencari Mawar di sekolah. Mereka ingin membicarakan rencana diskusi bedah buku itu bersama kakek Longor. Kemana Mawar????. Kok nggak ada di sekolah beberapa hari ini??? Hari kamis tanggal 3 Mei mereka sangat terkejut. Dengan kasar penuh emosi Mawar diusir sang ayah dari rumah. Di kamarnya Mawar ketahuan melakukan hubungan lesbian dengan kawan sekelasnya.
Kakek Longor hanya tertunduk pedih kecewa mendengar kabar itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar